Jakarta – Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024, secara resmi digelar hari ini di seluruh penjuru tanah air, Rabu (27/11/2024).
Masyarakat di 37 propinsi dan 508 kabupaten kota menggunakan hak pilihnya. Dalam menentukan kepala daerah masing-masing, untuk Lima tahun ke depan.
Pada pelaksanaan Pilkada kali ini hanya akan berlangsung sebanyak Satu putaran. Dimana Pasangan Calon (Paslon) dengan suara terbanyak, berhak keluar sebagai pemenang.
Ketentuan ini tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2015.
Masih dalam ketentuan itu, kondisi berbeda diberikan kepada dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubenur DKI Jakarta, yang dapat dilaksanakan sebanyak Dua putaran.
Hal tersebut dapat terjadi, jika dari Tiga kandidat yang bertarung di ibu kota, tidak ada Satu Paslon pun yang mampu memperoleh suara diatas angka 50 persen.
Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi mengaku dinamika politik pasca Pilkada dengan saling klaim kemenangan itu adalah hal biasa di negara demokrasi. Namun, Pilkada tetap berjalan baik.
Hal itu menyoroti fenomena Pilkada Jakarta yang bisa berpotensi 2 putaran jika suara nya tidak mencapai 50 + 1.
“Ya memang itu kan biasa di dalam Pemilu, Pilkada saling klaim antara ini,” kata Hendardi.
Dia pun menyarankan kepada KPU untuk mengambil pengalaman dari negara Malaysia, Filiphina maupun Singapura dalam percepatan hasil rekapitulasi suara untuk menghindari saling klaim masing-masing kubu.
“Di Malaysia atau di Filipina atau di Singapura kalau nggak salah. Hari ini dihitung besok itu udah keluar hasilnya. Ini memperlambat pengumuman ini itu menjadikan jadi kancah politik kemudian,” sambungnya.
Kata dia, di beberapa negara ini dengan cepat terdokumentasi dengan cepat dan kemudian diumumkan secara cepat.
“Itu kan yang harus dilakukan dievaluasi. Dan sistem-sistem manual seperti di indonesia coblos-coblos itu, itu udah mungkin udah tinggal berapa dua negara kalau nggak salah atau tiga negara, Indonesia dan satu dua negara di Afrika. Semua udah pakai digital, pakai elektronik. Ya kan? Apakah itu nggak mungkin dicurangi? Mungkin. Tapi kan semua cara mungkin dicurangi. Tapi kan bisa diminimalisir. Harus diminimalisir terus-menerus. Makanya harus dievaluasi,” pungkasnya.