Jakarta – Peran ulama sebagai penjaga moral bangsa kembali menjadi sorotan, terutama dalam menjaga ketertiban dan persatuan Indonesia sebagai negara hukum.
Menurut Muhammad Riyadh Fadil, Pimpinan Anak Cabang (PAC) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), kontribusi ulama sangat penting untuk menghindarkan masyarakat dari provokasi yang dapat memecah belah bangsa.
Riyadh menyoroti insiden KM 50 yang terjadi pada 2022. Meskipun telah selesai secara hukum, kasus ini kembali mencuat pada 2024 akibat tindakan oknum tertentu yang mengatasnamakan ulama.
“Entah apa motif dan tujuan dari itu semua,” ujarnya.
Ia menyesalkan atas upaya-upaya yang dianggap memperkeruh suasana dan mengancam persatuan bangsa.
Riyadh menegaskan pentingnya semua pihak, termasuk ulama, umaro, dan ulil amri, untuk tidak memprovokasi masyarakat dengan mengungkit persoalan yang sudah selesai.
“Hal ini justru berpotensi menimbulkan perpecahan dan membuat masyarakat bertindak tanpa mempertimbangkan akibatnya di kemudian hari,” tambahnya.
Sebagai negara hukum yang mayoritas penduduknya muslim, Indonesia tidak lepas dari peran besar tokoh bangsa dan ulama dalam menjaga keadilan, kepatutan, dan manfaat.
Namun, tindakan oknum yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dinilai mencoreng peran luhur ulama tersebut.
Riyadh juga mengajak seluruh ulama di Indonesia untuk bersatu menjaga iklim demokrasi yang kondusif.
“Kita harus menjaga cita-cita bangsa pasca-kemerdekaan dengan menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila dan hukum sebagai panglima,” katanya.
Dengan kebersamaan antara ulama dan masyarakat, diharapkan Indonesia dapat terus menjadi negara yang kuat dalam persatuan dan teguh menjalankan nilai-nilai hukumnya.